Penulis : Dr. Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K.,M.Pd.
“Sine cultura, homo est arbor sine radicibus.”
Tanpa budaya,
manusia adalah pohon tanpa akar
Festival
budaya adalah lantunan doa yang ditulis dalam gerak tari, diucap lewat cerita
rakyat, ditertawakan dengan jenaka, dan dijahit indah dalam busana adat. Dari
jejak leluhur, kita menemukan arah; dari inspirasi masa kini, kita menyalakan
cahaya. Semoga api budaya ini tak pernah padam, tetap menyala di hati setiap
generasi, menerangi jalan kita menuju masa depan yang berakar kuat dan
bermartabat.
Budaya
adalah jejak yang diwariskan leluhur kepada generasi berikutnya. Ia hadir dalam
bentuk tarian, musik, cerita rakyat, bahasa, hingga busana adat yang
mencerminkan identitas sebuah masyarakat. Di tengah derasnya arus globalisasi,
budaya lokal sering kali terpinggirkan oleh tren modern yang datang begitu
cepat. Karena itu, festival budaya menjadi ruang penting untuk merawat dan
memperlihatkan kembali kekayaan tersebut agar tidak sekadar menjadi kenangan,
tetapi tetap hidup dan relevan.
Festival
budaya tidak hanya menampilkan hiburan, melainkan juga berfungsi sebagai sarana
pendidikan karakter. Melalui kegiatan seperti tarian tradisional, cerita
rakyat, atau perlombaan pidato, generasi muda diajak mengenal nilai
kebersamaan, kerja keras, serta keberanian dalam menyuarakan gagasan.
Nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang ini menjadi fondasi penting bagi
anak-anak bangsa agar tidak tercerabut dari akarnya.
Lebih dari itu, festival budaya juga membuka ruang kreativitas. Stand Up Comedy lokal, misalnya,
menunjukkan bagaimana ekspresi modern bisa dipadukan dengan kearifan
tradisional untuk menyampaikan pesan yang cerdas dan menghibur. Fashion show
busana adat pun menghadirkan kebanggaan tersendiri, membuktikan bahwa tradisi
bisa tampil anggun sekaligus menjadi inspirasi bagi dunia kreatif masa kini.
Dengan demikian, festival budaya adalah jembatan yang menghubungkan
masa lalu dan masa kini. Ia menjaga jejak leluhur tetap terpelihara, sembari
memberi inspirasi baru bagi generasi muda untuk berkreasi dan meneguhkan
identitas. Inilah alasan mengapa festival budaya harus terus dijaga, didukung,
dan dikembangkan, bukan hanya sebagai acara tahunan, tetapi juga sebagai
gerakan bersama dalam kehidupan sehari-hari.
Festival budaya merupakan salah satu sarana penting untuk menjaga
dan menghidupkan kembali identitas suatu masyarakat. Di tengah arus globalisasi
yang membawa banyak pengaruh dari luar, keberadaan festival budaya menjadi
benteng yang melindungi nilai-nilai luhur agar tetap melekat dalam kehidupan
sehari-hari. Festival bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga ruang
pembelajaran, perenungan, serta penguatan rasa kebersamaan.
Dalam festival budaya yang diadakan di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, misalnya, masyarakat dapat menyaksikan berbagai kegiatan yang sarat
makna. Ada tarian tradisional, cerita rakyat, Stand Up Comedy lokal, perlombaan pidato, hingga fashion show
busana pengantin adat. Setiap kegiatan memiliki nilai tersendiri, baik dari
sisi seni maupun pendidikan, dan jika dilihat secara keseluruhan, semuanya
saling melengkapi sehingga festival benar-benar menjadi pengalaman yang
berharga.
Pertama, mari kita lihat tarian
tradisional seperti Maekat, Sbo Bano, Tel Sain, dan Bonet. Tarian
ini bukan sekadar gerakan tubuh yang indah, tetapi menyimpan filosofi yang
mendalam tentang kebersamaan, kerja keras, dan gotong royong. Misalnya, dalam
gerak langkah yang serempak, penonton dapat merasakan bagaimana kebersamaan
menjadi dasar kehidupan masyarakat. Bagi generasi muda, menarikan tarian
tradisional adalah cara untuk belajar menghargai warisan leluhur sekaligus
menginternalisasi nilai-nilai kebajikan yang diajarkan oleh budaya.
Kegiatan berikutnya adalah perlombaan
Cerita Rakyat (Nu’u). Cerita
rakyat merupakan cermin kebijaksanaan leluhur yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Di dalamnya terkandung pesan moral, ajaran tentang kebaikan, dan
kisah-kisah yang membentuk identitas masyarakat. Melalui perlombaan ini,
anak-anak dan remaja tidak hanya berlatih berbicara di depan umum, tetapi juga
belajar menghargai sejarah dan kearifan lokal. Ketika mereka menceritakan kisah
nenek moyang dengan penuh semangat, mereka sedang ikut melestarikan memori
kolektif yang tidak ternilai harganya.
Yang tak kalah menarik adalah kehadiran Stand Up Comedy lokal (Lae ma Losi). Pada pandangan pertama, kegiatan ini mungkin
terlihat sebagai hiburan semata. Namun jika diteliti lebih dalam, stand up comedy justru menjadi wadah
kreatif yang sangat relevan bagi generasi muda. Dengan gaya humor yang cerdas,
para komika mampu menyampaikan kritik sosial, mengangkat isu sehari-hari, dan
membangkitkan kesadaran masyarakat tanpa menyinggung atau melukai. Kehadiran stand up comedy dalam festival budaya
menunjukkan bahwa budaya bersifat dinamis, bisa beradaptasi dengan zaman, dan
tidak harus selalu kaku.
Selain itu, ada pula perlombaan
pidato. Kegiatan ini sangat penting karena melatih keberanian anak-anak
dan remaja untuk berbicara di depan umum. Dalam pidato, peserta tidak hanya
dituntut untuk lancar berbicara, tetapi juga untuk berpikir kritis, menyusun
gagasan secara sistematis, dan meyakinkan pendengar. Kemampuan ini akan menjadi
bekal berharga bagi mereka kelak dalam kehidupan akademik, sosial, maupun
profesional. Dengan demikian, lomba pidato dalam festival budaya tidak hanya
melestarikan tradisi berbicara, tetapi juga berfungsi sebagai pendidikan
karakter yang menumbuhkan rasa percaya diri.
Puncaknya, festival budaya semakin semarak dengan Fashion
Show busana pengantin adat.
Melalui kegiatan ini, masyarakat dapat menyaksikan betapa indahnya ragam busana
tradisional yang diwariskan leluhur. Dari motif kain, pilihan warna, hingga
aksesoris yang digunakan, setiap detail memiliki makna dan simbol tersendiri. Fashion show ini bukan hanya
memperlihatkan keanggunan penampilan, tetapi juga menegaskan bahwa identitas
budaya kita adalah sesuatu yang membanggakan. Di tengah arus globalisasi,
busana adat bisa menjadi daya tarik pariwisata sekaligus sumber ekonomi kreatif
yang potensial.
Jika dilihat secara keseluruhan, berbagai kegiatan dalam festival
budaya tersebut menghadirkan keseimbangan antara pelestarian tradisi dan
kreativitas modern. Tarian tradisional dan cerita rakyat menjaga akar budaya
tetap hidup, sementara stand up comedy
dan lomba pidato membuka ruang inovasi serta relevansi dengan kehidupan masa
kini. Fashion show busana adat
menjadi jembatan antara tradisi dan estetika modern yang mampu memikat generasi
muda.
Dari perspektif pendidikan, festival budaya jelas memberikan banyak
manfaat. Anak-anak tidak hanya belajar di ruang kelas, tetapi juga memperoleh
pengalaman nyata tentang arti kerja sama, keberanian, kreativitas, dan
kebanggaan terhadap identitas mereka. Nilai-nilai inilah yang menjadi fondasi
bagi pembentukan generasi yang berkarakter kuat.
Selain itu, festival budaya juga memperkuat persaudaraan dan persatuan masyarakat. Dalam suasana festival,
semua orang berkumpul tanpa memandang perbedaan usia, status, atau latar
belakang. Mereka bersatu dalam kegembiraan, tepuk tangan, dan rasa bangga
terhadap budaya sendiri. Kehangatan ini menciptakan ikatan sosial yang penting
untuk membangun masyarakat yang harmonis.
Dengan demikian, festival budaya bukan hanya acara tahunan,
melainkan investasi sosial, pendidikan, dan budaya. Ia menjaga warisan leluhur
agar tetap hidup, menumbuhkan kreativitas generasi muda, serta mempererat
persaudaraan. Di tengah tantangan zaman yang serba cepat, festival budaya hadir
sebagai pengingat bahwa jati diri suatu bangsa tidak boleh hilang, justru harus
dirawat dan dikembangkan.
Di setiap langkah tarian, tersimpan irama persaudaraan; di setiap
kain adat, terlukis kisah kebanggaan. Festival budaya bukan sekadar perayaan,
melainkan gema suara leluhur yang menyapa anak cucunya, mengingatkan kita siapa
kita, dan ke mana kita akan melangkah. Budaya adalah akar yang meneguhkan
sekaligus sayap yang membebaskan; darinya kita belajar berjalan di jalan para
leluhur, sambil merentangkan sayap menuju masa depan. Setiap tarian adalah
bahasa hati, setiap cerita rakyat adalah pesan abadi, dan setiap busana adat
adalah doa yang dijahit dengan cinta. Semoga semuanya tidak berhenti di
panggung festival, tetapi menjadi napas yang menghidupi keseharian, agar
warisan leluhur tetap hidup dan terus memberi inspirasi bagi generasi kini dan
yang akan datang.
Salam Budaya