Mereduksi Money Politics “Serangan Fajar” dalam Elektoral Ditinjau dari Pandangan Kristen - SOE POST

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 11 Februari 2024

Mereduksi Money Politics “Serangan Fajar” dalam Elektoral Ditinjau dari Pandangan Kristen




Penulis : Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K (Dosen STAK Arastamar SoE)
Editor : Yabes  Nubatonis


“Serangan Fajar” semakin melanggengkan politik transaksional, “ADA UANG, ADA SUARA”. Sebuah strategi yang cukup membumi dalam konstelasi politik Indonesia. Jelang pemilihan umum, satu hal yang perlu diwaspadai adalah praktik politik uang. Di daerah masing-masing, istilah politik uang ini bervariasi, tapi umum diketahui sebagai “serangan fajar“. 

“Serangan Fajar” merupakan pemberian uang atau distribusi imbalan baik berupa uang atau barang kepada para pemilih menjelang pencoblosan baik pilkades, pilkada, pileg, atau pilpres. Variasi strategi jitu yang dipakai, misalnya ongkos transportasi, uang rokok, uang ganti upah kerja harian, dan lain-lain. Istilah “serangan fajar” berasal dari kalangan militer. Tentara biasanya menyergap dan menguasai daerah target secara mendadak di pagi buta. Karena serangan fajar ini biasanya relatif berhasil, untuk itulah praktik ini diadopsi di pemilihan oleh para caleg.

Malpraktik pemilu tersebut umumnya menyasar dua jenis pemilih yaitu pemilih inti (core voter) dan pemilih mengambang (swing-voter). Sebagian besar serangan fajar menyasar swing-voter karena partai-partai tidak ingin menyia-nyiakan uang hanya untuk pemilih loyal atau inti. Praktik tersebut inilah disebut sebagai “klientelisme elektoral” sebagai distribusi imbalan material kepada pemilih saat pemilu saja.

Adapun bentuk-bentuk serangan fajar yang dibagikan jelang pemilu, diberikan dalam tiga bentuk, antara lain: (1) Uang; Pemberian amplop berisi uang umum dilakukan oleh para tim sukses calon legislatif atau calon pemimpin kepada para pemilih. Nilai nominal yang diberikan sangat beragam antara Rp 25.000 hingga ratusan ribu. Uang cenderung dipilih karena mudah dibawa dan diberikan secara sembunyi-sembunyi. Selain itu, sifat uang yang umum sehingga tidak terlalu terlihat adanya serangan fajar saat pemilihan. (2) Sembako; Sembilan bahan pokok (sembako) juga sering dibagi-bagikan saat pemilu kepada para pemilih. Misalnya, beras, minyak, gula pasir, dan sebagainya. Dalam kemasan sembako biasanya diselipkan identitas caleg, menjadi strategi agar penerima sembako memilih caleg yang membagikan sembako tersebut. (3) Barang rumah tangga; Tidak hanya uang dan sembako, barang-barang kebutuhan rumah tangga lain juga sering menjadi produk yang dibagikan saat serangan fajar. Misalnya, sabun cuci piring, sabun mandi, dan sebagainya. Timses juga tak lupa menyelipkan identitas caleg yang didukung ke dalam bungkusan barang yang dibagikan.

Berbagai cara digunakan untuk meluluhkan hati pemilih, namun tidak terlepas dari bahaya serangan fajar, yakni “mengambil uangnya, belum tentu memilih orangnya”, argumen ini jamak dilakukan di sebagian masyarakat. Sebagian orang berpikir begitu beralasan ingin memberi efek jera pada pemberi serangan fajar.

Praktik pembelian suara (vote-buying) atau pemanfaatan praktik uang dalam elektoral akan memicu praktik negatif pemenangnya, karena sesungguhnya pemerintahan yang dijalankan oleh pemimpin yang curang akan melahirkan pelayanan yang buruk sehingga dampak kesejahteraan masyarakat tidak tercapai. Maka dengan demikian, secara jelas dapat dikatakan bahwa serangan fajar adalah bentuk ketidakjujuran, ketidakadilan, merusak demokrasi, bahkan serangan fajar adalah bentuk dari pengkhianatan terhadap nilai-nilai integritas. 

Serangan fajar merupakan praktik money politics yang ditunggu-tunggu masyarakat dalam setiap perhelatan pemilu, karena sejatinya money politics menjadi faktor utama menentukan pilihan dan juga dapat mewujudkan sebuah keadaan yang saling menguntungkan antara pemberi dan penerima untuk mencapai tujuan mereka. 

Mereduksi Money Politics dalam Pandangan Kristen 

Praktik money politics mempunyai efek yang tidak baik dan konsekuensinya yang sangat panjang dan dinamis, sehingga berdampak pada biaya politik mahal, masyarakat dijadikan korban dan bukan menjadi priotitas untuk mewujudkan program kemanusiaan sebagai agenda politik serta akan menimbulkan korupsi di berbagai sektor akibat pengeluaran yang besar untuk mendulang suara dari akal-akalan suap suara  kepada pemilih. Money politics secara tegas sudah mencederai demokrasi, dan menimbulkan adanya ketidakadilan dalam pemilu. Sebab rasionalitas politik yang didorong karena adanya transaksional politik jahat karena uang dapat melemahkan makna demokrasi itu sendiri. 

Berdasarkan fenomena tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kontestasi antar peserta pemilu bukan berdasarkan kredibilitas dan kemampuan memimpin, tetapi berdasarkan modal atau keuangan. Walaupun adanya kecenderungan faktor money politics mempengaruhi perilaku memilih, sehingga pemilih mengubah pilihan yang seharusnya berdasarkan integritas beralih berdasarkan uang yang diterima dari bakal calon. Hal inilah yang harus dilakukan orang Kristen untuk mereduksi kejahatan money politics, sekalipun dalam kultur sosial dianggap lumrah bahwa money politics yang diterima karena beranggapan bahwa menolak rejeki bukanlah hal yang baik. 

Strategi yang dilakukan untuk mereduksi kejahatan money politics adalah melalui pendidikan politik bagi orang Kristen agar paham hak dan kewajiban dalam pemilihan umum dan menolak praktik money politics. Melalui pengajaran dan memberikan pengertian sebagai dasar paradigma untuk mengambil keputusan dalam berpolitik yang jujur dan tidak menunggangi manusia demi kepentingan pribadi atau golongan saja. Sejatinya, money politics sangat mencederai nilai dari martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan menurut citra Allah, maka setiap hidup manusia harus menghidupi kekudusan dan tidak pernah boleh dilakukan sebagai sarana untuk kepentingan yang jahat. 

Tugas gereja terus mendorong jemaat agar berpartisipasi dalam pemilihan umum dengan tetap mengedepankan nilai moralitas dan integritas dalam kejujuran dan ketulusan hati dalam memilih figure yang tepat dan bukan karena serangan fajar. Seperti yang dinyatakan Musa dalam kitab Keluaran bahwa umat Tuhan jangan memutar-balikan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutar-balikkan perkataan orang-orang yang benar (Ulangan 16:19). Musa juga dalam pengajarannya menekankan pentingnya hidup dalam nilai kejujuran dan keadilan yang harus diprioritaskan dan tentunya yang benci kepada pengajaran suap (Keluaran 18:21). Oleh karena itu sebagai pemimpin gereja maupun jemaat, dituntut untuk hidup berpolitik yang jujur, menjadi teladan dan bersikap netral atau tidak menunjukkan kecenderungan yang menyolok.

Aktualisasi Kekristenan dalam Berpolitik Secara Holistik

Peran orang percaya dalam memberikan dukungan ataupun menjadi bakal calon yang meminta dukungan suara harus mengaktualisasikan politik praktisnya yang bebas dari politik kotor. Kesadaran politik inilah yang menjadi indikator bahwa kekristenan harus menjauhi segala kejahatan manipulative dalam demokrasi. Apabila masyarakat memiliki antusias tinggi atas kesadaran politik dan tetap berintegritas untuk tidak mau dipengaruhi oleh money politics, maka kesadaran itulah yang akan menutupi perilaku jahat para oknum, karena tidak adanya kesempatan dari pihak-pihak yang hendak melakukan money politics. 

Rantai money politics dapat diatasi, dimulai dari pribadi-pribadi beriman yang memegang teguh pada kejujuran dan kebebasan yang bertanggung jawab. Hal itu juga disampaikan Paulus kepada jemaat di Roma bahwa menjadi warga negara yang baik merupakan tanggung jawab orang percaya untuk menghormati pemerintahan dan hukumnya yang secara tegas dinyatakan bahwa pemerintah berasal dari Allah (Roma13:1-2). Dengan tegas dinyatakan dalam perspektif iman Kristen, kejahatan suap atau money politics merupakan perilaku dan tindakan yang sangat dilarang sebagaimana jelas dalam Keluaran 23:8.

Dengan demikian, peran aktif dari aktualisasi kekristenan dalam perpolitikan secara holistic dan masif dalam tugas mendidik dan mengarahkan diri sendiri maupun warga geraja terus dilakukan sebagai bagian dari hidup berbangsa dan bernegara yang menghormati undang-undang dan menjaga nama baik untuk tidak masuk dalam kejahatan politik.  
Selamat berpesta demokrasi. Jadilah pemimpin dan pemilih yang cerdas, berintegritas dan berkarakter. Jangan memilih karena uang, pilihlah atas nama cinta dan semangat berkebangsaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman