Musibah Keracunan Makanan Bergizi di SoE Sebuah Teguran dan Panggilan untuk Muhasabah Kolektif

Penulis H. Muhammad G. Arifoeddin, S.Pd, M.M

Yth. Bapak/Ibu Pimpinan Sekolah, Para Guru yang Mulia, Orang Tua Siswa yang Kami Hormati, Kepala Dinas Pendidikan, serta Jajaran Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan di Tempat.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dengan hati yang prihatin dan penuh duka, kami dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Timor Tengah Selatan menyikapi musibah keracunan yang menimpa anak-anak kita, para Murid di beberapa Sekolah SD dan TK pada tanggal 03 Oktober 2025 di SoE. Peristiwa ini bukan sekadar insiden kesehatan, melainkan sebuah teguran keras dari Allah SWT bagi kita semua yang diamanahi tanggung jawab atas generasi penerus di tanah Timor Tengah Selatan.

Program makanan bergizi gratis adalah sebuah niat mulia, sebuah ikhtiar luhur untuk memastikan anak-anak kita tumbuh sehat dan cerdas. Niat baik ini adalah wujud nyata dari kasih sayang dan tanggung jawab. Namun, musibah ini mengajarkan kita pelajaran pahit bahwa niat baik saja tidak pernah cukup. Ia harus diiringi dengan pelaksanaan yang amanah, profesional, dan penuh kehati-hatian. Jika tidak, rahmat yang kita harapkan justru bisa berbalik menjadi mudarat.

Sebagai bahan renungan dan muhasabah (introspeksi) kita bersama, izinkan kami menyampaikan beberapa pandangan kritis namun membangun:

Pertama, Amanah Menjaga yang Halalan Thayyiban.

Dalam ajaran agama, kita diperintahkan untuk tidak hanya mengonsumsi yang halal, tetapi juga yang thayyib—yang baik, bersih, suci, dan menyehatkan. Pengawasan mutu makanan yang lemah dalam program ini adalah cerminan dari kelalaian kita dalam menjaga prinsip thayyib tersebut. Makanan yang disajikan untuk anak-anak kita, darah daging kita, tidak boleh dipandang sekadar proyek administratif. Ini adalah amanah suci. Memastikan bahan bakunya segar, prosesnya higienis, dan penyajiannya layak adalah bagian tak terpisahkan dari pemenuhan amanah itu. Kelalaian dalam hal ini bukan hanya kesalahan prosedur, tetapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan.

Kedua, Menempatkan Ilmu dan Keahlian pada Tempatnya.

Allah SWT memerintahkan kita untuk menyerahkan urusan kepada ahlinya. Program sepenting ini tidak boleh berjalan tanpa keterlibatan aktif para ahli gizi dan tenaga kesehatan dari Puskesmas. Mengabaikan peran mereka sama dengan menafikan ilmu pengetahuan yang telah Allah anugerahkan. Menjadikan program ini hanya sebatas urusan logistik dan pembagian adalah sebuah kekeliruan fatal. Seharusnya, para ahli gizilah yang menjadi panglima di garda terdepan, mulai dari menyusun menu, mengawasi dapur, hingga memberikan edukasi kepada para penyedia makanan.

Ketiga, Menegakkan Prinsip Keadilan dan Profesionalisme.

Mekanisme kerja sama dengan penyedia makanan harus didasari oleh kompetensi, bukan kedekatan atau pertimbangan lain yang mengorbankan kualitas. Apakah kita sudah memastikan bahwa dapur mereka memenuhi standar kesehatan? Apakah mereka memiliki pemahaman yang cukup tentang gizi dan sanitasi? Jika seleksi hanya berorientasi pada harga termurah atau relasi semata, maka sesungguhnya kita sedang mempertaruhkan nyawa anak-anak kita. Mari kita tegakkan sistem yang adil, transparan, dan profesional, karena ini menyangkut masa depan daerah kita.

Keempat, Kesiapsiagaan adalah Wujud Ikhtiar dan Tawakal.

Musibah ini menunjukkan betapa pentingnya sistem tanggap darurat yang solid. Sekolah, Puskesmas, dan Rumah Sakit harus menjadi satu kesatuan yang sigap dalam menghadapi krisis. Membangun alur koordinasi yang jelas bukan berarti kita mengharapkan bencana, melainkan wujud dari ikhtiar maksimal kita sebagai manusia, yang kemudian kita iringi dengan tawakal kepada-Nya.

Panggilan untuk Bangkit dan Berbenah

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudaraku sekalian, Jangan biarkan musibah ini membuat kita patah arang dan menghentikan niat baik ini. Justru, mari kita jadikan peristiwa ini sebagai titik tolak untuk sebuah perbaikan besar-besaran. Ini adalah momentum untuk membuktikan bahwa kita adalah komunitas yang mau belajar dari kesalahan.

1. Kepada Pemerintah Kabupaten dan Dinas Terkait:

Segera bentuk tim evaluasi independen yang melibatkan ahli gizi, praktisi kesehatan, dan perwakilan orang tua. Rombak total tata kelola program ini. Jadikan keamanan dan mutu pangan sebagai syarat mutlak yang tidak bisa ditawar.

2. Kepada Pimpinan Sekolah dan Guru: Jadilah garda terdepan dalam pengawasan di lapangan. Jangan ragu untuk menolak atau melaporkan jika makanan yang diterima tidak sesuai standar. Suara Anda adalah benteng pertahanan pertama bagi anak-anak didik kita.

3. Kepada Orang Tua: Tingkatkan kepedulian. Mari bersama-sama mengawasi dan memberikan masukan yang konstruktif kepada sekolah dan pemerintah. Anak-anak ini adalah amanah kita bersama.

Anak-anak Timor Tengah Selatan berhak mendapatkan makanan yang tidak hanya bergizi, tetapi juga aman dan diolah dengan penuh kasih sayang. Program ini jangan sampai hanya menjadi slogan kosong atau panggung pencitraan. Ia harus menjadi ladang amal jariyah kita semua, sebuah investasi untuk melahirkan generasi yang kuat, sehat jasmani dan rohani.

Semoga Allah SWT memberikan kesembuhan yang sempurna kepada anak-anak kita yang menjadi korban, memberikan ketabahan kepada keluarga mereka, dan membukakan pintu hati kita semua untuk melakukan perbaikan yang nyata dan berkelanjutan. Mari kita bergandengan tangan, karena melindungi anak-anak kita adalah tanggung jawab moral dan spiritual kita bersama.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Hormat kami,

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Timor Tengah Selatan

H. Muhammad G. Arifoeddin, S.Pd, M.M


Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Copyright © 2020 soepost.com ™ Member Of Kupang Online Network ®