Pemimpin Beratribut Integritas dan Karakter ‘Humble Servant' - SOE POST

Berita Soe TTS

test banner

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sabtu, 30 Juli 2022

Pemimpin Beratribut Integritas dan Karakter ‘Humble Servant'


Suatu Perspektif Kristen Tentang Kepemimpinan Ideal Masa Kini

Oleh: Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K

Revolusi Industri 4.0 menghadirkan banyak tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi,  di berbagai sektor dan salah satunya adalah bagi  milennial leaders yang harus berkutat pada isu big data, smart city, virtual – augmented reality, artificial intelligence, cloud computing, 3D printing, advance robotic, profesi baru (game developer, animator, videographer).

Dampak dari kemajuan ini bagi seorang pemimpin adalah bahwa pemimpin harus mulai membagi informasi yang dibutuhkan kepada pekerjanya, tipe kepemimpinan personal leadership pun sudah dianggap tidak sesuai dengan zaman sekarang karena informasi yang diperlukan bisa didapat dengan mudah oleh siapa saja. Selain itu, seorang pemimpin wajib memastikan dirinya sendiri untuk semakin peka terhadap perkembangan zaman, situasi lingkungan sekitar, menjadi seseorang yang aktif mendengarkan, juga menjaga dan mempertahankan empati maka servant leadership merupakan salah satu opsi tipe kepemimpinan yang bisa digunakan oleh seorang pemimpin saat ini maupun untuk generasi milenial sebagai calon pemimpin di masa mendatang. 

Pemimpin milenial era revolusi 4.0 harus mengedepankan prinsip kerja dan nilai kerja sama, kolaborasi, fleksibilitas, kerendah-hatian (humility), keterbukaan, dan terbukanya kesempatan untuk belajar serta berkembang. Milenial leader harus terbuka terhadap kritik yang membangun dan kemajuan “improvement”, tanpa mempermasalahkan perbedaan dalam “tribe” di tempat kerjanya. Kementerian Perindustrian RI menyatakan bahwa pada 2030, Indonesia membutuhkan 17 juta “high tech millennial” atau anak muda dengan kemampuan teknologi super canggih. Mereka ahli di bidang programming, web designing, technical–network engineering, government digital service, dan profesi masa depan lainnya.

Sudahkah seorang pemimpin mempersiapkan diri secara baik dari segi intelektual, skill, karakter dan berintegritas  jika akan menjadi pemimpin?  Bagaimana menjadi seorang pemimpin yang disegani? Apakah menjadi pemimpin hanya untuk suatu popularitas? Apakah menjadi pemimpin hanya karena tingginya finansial? Mampukah seorang pemimpin berkarakter dan bermoral baik di tengah guncangan zaman ini?

 

Pemimpin Berhati Hamba (Servant Leadership)

Tipe pemimpin ini harus memimpin seperti Yesus (lead like Jesus) yakni memiliki hati yang melayani. Yesus mengajarkan kepemimpinan hamba dan melayani, pada intinya, terpusat pada apa yang ada di dalam hati seorang pemimpin. Hati akan menentukan apa yang terlihat keluar.

Faktanya, masih terdapat tipe pemimpin yang tren sekarang di lingkungan birokrat, politikus, pelayan masyarakat bahkan pemimpin gereja yang menggunakan jabatannya untuk  menjajah orang lain, memanfaatkan sistem corrupt untuk kepentingannya sendiri dan tidak memiliki integritas untuk memperjuangkan kebenaran. Mereka selalu menganggap diri sebagai pemimpin padahal mereka adalah hamba ambisi, hamba upahan dan hamba kekuasaan.

Gereja dan kalangan pemerintahan khususnya, sudah mengalami krisis di dalam hal kepemimpinan yang melayani dan bahkan makin tampak degradasi moral sehingga banyak pemimpin melayani bukan lagi karena sebuah tanggung jawab tetapi karena beban pekerjaan, upah atau motivasi lainnya.

Pemimpin dengan hati Yesus tidak hadir dengan kekuasaan melainkan dengan fungsi di dalam dirinya dan fungsi ini mengarah pada tindakan untuk menghormati, melayani dan membuat sesuatu terjadi di dalam diri orang lain. Tipikal pemimpin seperti inilah yang menjadi ideal kita bersama dan tentu saja harus kita perjuangkan. Pemimpin Kristen, haruslah dipercayai oleh bawahannya dan tetap menjaga kepercayaan itu serta beratribut integritas yang adalah faktor paling penting untuk mendapatkan kepercayaan.

Karakteristik dari seorang pemimpin menurut Alkitab adalah memiliki nilai integritas seperti disebutkan pada kitab Mazmur 15: 1-2 yang berbunyi “ Mazmur Daud. TUHAN, siapa boleh menumpang di Kemah-MU dan tinggal di bukit-MU yang suci. Orang yang hidup tanpa cela dan melakukan yang baik dan dengan jujur mengatakan yang benar”.

Salah satu atribut terpenting dari integritas pemimpin Kristen adalah loyalitas. Pemimpin Kristen memiliki loyalitas kepada rekan kerja, bawahan, dan diri sendiri. Pemimpin Kristen menggunakan visi berlandaskan nilai-nilai Alkitab untuk menuntunnya dan mengarahkannya mencapai tujuan-tujuan yang akan memuliakan Tuhan.

 

Humble Leadership: Gaya Kepemimpinan Ideal Masa Kini

"Humility is a quality that lets others see your humanity..." Sebagian orang dengan stigma ini yang berlaku di masyarakat, menganggap bahwa pemimpin digambarkan sebagai sosok yang kuat dan karismatik. Penggambaran ini menunjukkan bahwa pemimpin tak boleh memiliki sifat cela yang terlihat.

Pemimpin harus mendemonstrasikan kekuatannya serta otoritasnya yang mutlak di hadapan pengikutnya yaitu berorientasi pada pendekatan bersifat top-down, artinya pemimpin harus diikuti dan mereka punya segala solusi. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana jika tipe kepemimpinan seperti itu sudah usang?

Jika mempertimbangkan konteks zaman, lingkup permasalahan, kondisi generasi, banyak sekali yang berubah dan sebagian besar aspek yang tidak bisa dilihat oleh pemimpin, namun sebagian terlihat jelas oleh pengikutnya. Konsekuensinya, tidak hanya pemimpin yang bisa menjadi seorang solutor, tetapi anggota dan tim juga demikian. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin yang humble sebagai motor penggerak organisasi.

Kebanyakan pemimpin tidak berani untuk mengakui kelemahannya di hadapan para pengikutnya. Tak dapat disangkal dan harus diakui bahwa menjadi pemimpin bukan berati maha tahu segalanya dan pemimpin juga  tak mampu menyediakan semua jawaban bagi masalah yang terjadi di lapangan.

Mengakui hal itu sangat sulit, terutama dengan stigma yang berlaku di masyarakat bahwa adanya keengganan pemimpin menunjukkan kelemahannya. Tetapi, dalam kondisi dan permasalahan maka keberanian untuk mengakui bahwa pemimpin penuh dengan keterbatasan sangat dibutuhkan. Itulah kualitas sekaligus ciri dari seorang pemimpin yang humble artinya tidak segan untuk mengomunikasikan apa yang menjadi kekurangannya.

Terbukanya akses informasi membuat semua lebih transparan dalam ranah pekerjaan. Praktik ‘humble leadership’ memungkinkan proses pekerjaan lebih terbuka. Pendekatan kepemimpinan ini juga efektif dalam pemberdayaan karyawan menjadi lebih maksimal dan pemimpin berperan sebagai mentor dan coach dalam membantu anggota tim mencapai tujuan kerjanya. Nielsen  (2010) dalam risetnya menyatakan bahwa pemimpin yang rendah hati juga berkontribusi signifikan dalam mengurangi ‘turnover’ dalam suatu perusahaan.

 

Praktik ‘Humble Leadership’ dalam keseharian

Humility ‘kerendahan hati’ merupakan bahan dasar utama kepemimpinan masa kini. Di saat semua berjalan sangat cepat dan penuh dengan ketidak pastian, dibutuhkan kesadaran bahwa kita adalah makhluk yang penuh dengan keterbatasan dan tidak mampu melakukan segala sesuatu sendirian. Kata lain dari rendah hati ialah ‘tahu diri’, sadar diri apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan diri. Tahu diri atas apa yang dikuasai, diketahui dan dimiliki bukan semata-mata bisa memperlakukan orang sesuai kehendaknya. Suasana yang mencekam dan menakutkan dalam bekerja sangat dihindari dalam atmosfer bekerja kekinian.

Humble Leader tidak hanya sebagai atasan yang berpaku pada ‘doing the things right’ , namun ‘doing the right things’ dengan memberikan ruang bertumbuh, dukungan emosional dan moral untuk anggota timnya. Owens and Hekman (2013) menjelaskan ‘Humble Leadership’ bermakna juga leading from the ground, yang berarti menggerakan dari bawah. Gaya kepemimpinan “bottom-up” yang membentuk tim agar lebih mandiri (self-driven) dan independent (self-managing).

Bagaimana kerendah-hatian dapat membantu pemimpin lebih baik dalam proses transisi organisasi dalam ekonomi berkelanjutan, menghadapi berbagai tantangan sosial dan lingkungan yang kompleks. Pemimpin harus mahir memposisikan diri sebagai pembelajar dan pendengar yang baik di waktu bersamaan bagi anggota timnya. Pemimpin yang rendah hati, ia menyadari keterbatasan kemampuan dirinya. Ini berarti ia memosisikan diri sebagai pribadi yang terbuka dengan perubahan, mau mendengar dan selalu belajar dari siapa saja, termasuk pengikutnya.

Terdapat 3 jenis ‘humility’ yang perlu dimiliki oleh pemimpin masa kini apabila ingin menjadi pemimpin yang efektif dan berdampak. Pertama, ‘intellectual humility’ yang menunjukan betapa cerdas dan berilmu seseorang, ia tetap membuka diri untuk belajar berbagai hal, dari mana saja, dengan siapa saja dan kapan saja. Kedua, ‘moral humility’, merupakan sikap terbuka terhadap pencapaian orang sekitar dan tidak merasa eksklusif dengan kelebihan diri. Pribadi dengan ‘moral humility’ cenderung bersikap objektif terhadap lingkungan sekitar. Ketiga, ‘personal humility’ yang berarti kemampuan pemimpin mau berbagi ‘panggung’ degan orang lain, tidak selalu memosisikan diri sebagai pusat perhatian, tidak narsis berlebihan dan memiliki manajemen ‘self-entitlement’ yang baik serta tidak selalu merasa berhak terhadap sesuatu yang spesial. Pemimpin dengan kerendah-hatian personal ini tidak selalu menganggap dirinya harus dilayani, disegani dan dihormati hanya karena mereka punya kuasa, takhta dan jasa kebaikan tertentu, tetapi terlebih dahulu mau menghargai dan melayani sesamanya.

 

Kepemimpinan yang Melayani (Servant Leadership) Sebagai Gaya Kepemimpinan Kekinian

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam memengaruhi orang lain yang umumnya melalui motivasi untuk bekerja sesuai dengan tujuan dan sasaran yang berlaku. Menjadi pemimpin “Zaman Now” sangat berbeda dengan memimpin pada era tahun 1970 -2000 an. Seorang pemimpin tidak hanya menggunakan otoritas (power) yang dimiliki, tetapi  juga menggunakan pengaruh untuk menggerakkan orang lain. Dalam menjalankan perannya, seorang pemimpin akan berhadapan dengan beragam karakter, perilaku dan tingkat kematangan kepribadian bawahannya.

Kepemimpinan yang melayani (servant leadership) merupakan suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para pemimpin-pelayan (servant leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual.

Pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dimulai dengan perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk mendahulukan pelayanan. Seorang servant leader adalah seseorang yang memiliki komitmen untuk melayani dan memimpin. Menurut Spears bahwa seorang servant leaders harus memiliki sepuluh karakteristik yaitu (1)Mendengarkan (listening),Servant leader mendengarkan dengan penuh perhatian kepada orang lain, mengidentifikasi dan membantu memperjelas keinginan kelompok, juga mendengarkan suara hati dirinya sendiri; (2) Empati (empathy) yaitu  pemimpin yang melayani adalah mereka yang berusaha memahami rekan kerja dan mampu berempati dengan orang lain; (3l Penyembuhan (healing) yaitu seorang Servant leader harus mampu menciptakan penyembuhan emosional dan hubungan dirinya, atau hubungan dengan orang lain, karena hubungan merupakan kekuatan untuk transformasi dan integrasi; (4);Kesadaran (awareness), yaitu kesadaran untuk memahami isu-isu yang melibatkan etika, kekuasaan, dan nilai-nilai serta melihat situasi dari posisi yang seimbang yang lebih terintegrasi; (5) Persuasi (persuasion), yaitu pemimpin yang melayani berusaha meyakinkan orang lain daripada memaksa kepatuhan. Ini adalah satu hal yang paling membedakan antara model otoriter tradisional dengan servant leadership;(6) Konseptualisasi (conceptualization) yaitu kemampuan melihat masalah dari perspektif konseptualisasi berarti berfikir secara jangka panjang atau visioner dalam basis yang lebih luas; (7)Kejelian (foresight), Jeli atau teliti dalam memahami pelajaran dari masa lalu, realitas saat ini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa depan; (8) Keterbukaan (stewardship) yang menekankan keterbukaan dan persuasi untuk membangun kepercayaan dari orang lain; (9) Komitmen untuk pertumbuhan (commitment to the growth of people). Tanggung jawab untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pertumbuhan profesional karyawan dan organisasi; (10) Membangun Komunitas (building community) yaitu Mengidentifikasi cara untuk membangun komunitas.

Dengan demikian, karakteristik utama yang membedakan antara kepemimpinan pelayan dengan model kepemimpinan lainnya adalah keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin. Dapat dikatakan bahwa mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin sedangkan prioritas kepemimpinan pelayan yang pertama dan utama adalah memberikan motivasi, inspirasi sehingga terciptanya suatu keberhasilan yang berkesinambungan.

Keistimewaan dari pemimpin Kristen yang adalah pemimpin  Kristen yang mampu mempraktikkan kepemimpinan berhati hamba (humble servant) yang Ilahi. Dalam Matius 20:25-28, Tuhan Yesus menekankan bahwa secara khusus kepemimpinan Kristen berbeda dari kepemimpinan orang yang belum percaya secara umum. Dalam Matius 20:26-28 dan Yohanes 13:1-17, Tuhan Yesus mendefinisikan pemimpin berhati hamba sebagai mereka yang dengan rendah hati melayani orang lain karena mengasihinya. Kerendahan hati menjelaskan cara kepemimpinan atau bagaimana cara memimpin.

Pelayanan adalah esensi dari kepemimpinan Kristen, dimana orang lain memperoleh manfaatnya. Orang Kristen tidak berbeda di dunia hanya untuk melayani diri mereka sendiri, melainkan orang lain dan kasih adalah motif atau maksud dari kepemimpinan Kristen. Hubungan pemimpin dan pengikut merupakan pusat dari kepemimpinan etis dalam dunia. Pemimpin berhati hamba harus memperhatikan kebutuhan dan urusan pengikutnya dan sebagai pemimpin harus memiliki  rasa tanggung jawab untuk merawat dan memelihara pengikutnya.

Menjadi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak bertopeng kemunafikan, bertakhta dengan kesombongan, bermoral rendahan  melainkan pemimpin dengan atribut integritas dan berkarakter  berhati hamba (Humble Servant) dan memiliki hati yang melayani, mengasihi dan peduli.

Jadilah pemimpin yang baik bagi diri sendiri sebelum menjadi pemimpin bagi orang lain. “Sekalipun tidak dapat menjadi beringin yang rindang, jadilah bunga violet di hamparan yang indah dipandang mata, dan Jika tak bisa menjadi menara yang kokoh, jadilah tongkat kayu yang selalu menuntun jalan pada arah yang tepat”.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Halaman